ASSALAMUALAIKUM
TEMAN-TEMAN KALI INI SAYA BERBAGI MAKALAH SEJARAH TENTANG KERAJAAN HINDU BUDHA
DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mulai berkembang pada zaman
kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga
maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama
Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para
musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan
sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni
musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha,
yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad
ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan
besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14,
kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok
I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak
kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad
ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur,
Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil
memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia
beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada
termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang
terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad
ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti
Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan
tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit,
sekaligus menandai akhir dari era ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia
Munculnya
pemerintahan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh kebudayaan India. Kebudayaan India itu bersentuhan
dengan kebudayaan Indonesia. Persentuhan kebudayaan ini terjadi sebagai salah
satu akibat dari adanya hubungan yang dilakukakan oleh orang-orang India dengan
orang-orang Indonesia atau sebaliknya. Hubungan itu berawal dari kegiatan
perdagangan sehingga pengaruh-pengaruh kebudayaan India dengan Budha masuk ke
Indonesia.
a. Bangsa India yang
Aktif
Pendapat mengenai keaktifan orang-orang India dalam menyebarkan kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia yaitu sebagai berikut :
1) Hipotesis Waisya
Hipotesis waisya dikemukakan oleh NJ.
Krom yang menyebutkan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Budha melalui
hubungan dagang antara India dan Indonesia.
2) Hipotesis Ksatria
Ada tiga pendapat mengenai proses penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang
dilakukan oleh golongan Ksatria yaitu :
a) CC. Berg menjelaskan
bahwa golongan ksatria yang turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia. Para ksatria Hindia yang terlibat konflik dalam masalah perebutan
kekuasaan di Indonesia. Para ksatria memberi bantuan yang banyak membantu
kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai sebagai hadiahnya
ada diantara mereka yang kemudian dinikahkan dengan salah satu putri dari
kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinannya itu para ksatria dengan mudah
menyebarkan tradisi Hindu-Budha pada keluarga yang dinikahinya.
b) Moekerji juga
mengatakan bahwa golongan ksatria dari India lah yang membawa pengaruh
kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria membangun koloni – koloni
yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
c) J.L Moens mencoba
menghubungkan proses tebentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad
ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Ternyata sekitar
abad ke-5 ada diantara para keluarga kerajaan di India selatan
melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka
itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
3) Hipotesis Brahmana
Jc.
Van Leur mengatakan bahwa kebudayaan Hindu-Budha di India yang menyebar ke
Indonesia dibawa oleh golongan brahmana. Hal itu didasarkan pada pengamatan
terhadap sisa-sisa peniggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di
Indonesia terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa sansekerta
dan huruf pallawa. Karena hanya golongan brahmana lah yang menguasai bahasa dan
huruf itu maka sangat jelas disini adanya peran brahmana.
b. Bangsa Indonesia yang Aktif
Pendapat mengenai keaktifan orang-orang Indonesia diungkapkan oleh F.D.K
Bosch. Menurut Bosch, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang
India yang memiliki semangat untuk menyebarkan agama Hindu-Budha.
Setelah tiba di Indonesia mereka menyebarka ajarannya. Karena pengaruhnya
itu ada diantara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada
perkembangan selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India
untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Budha di Indonesia. Sekembalinya di
Indonesia merekalah yang mengajarkannya pada masyarakat yang lain.
Kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha
di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan
mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain :
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan
Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu tertua di
Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman tepatnya
pada hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini ditandai
dengan adanya 7 buah prasasti, yang dinamai prasasti yupa dengan huruf palawa
dan bahasa sansekerta. Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga
wafat, kerajaan diambil alih oleh putranya, Raja Aswawarman. Dan setelah Raja
Aswawarman wafat, kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja
Mulawarman.
Pada
sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah
menyumbangkan 1000 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan
betapa dermawannya seorang Raja Mulawarman, dari sini dapat dianalisis bahwa
masyarakat Kutai makmur dan bermata pencaharian sebagai petani dan beternak.
2. Kerajaan Tarumanegara
Sumber
mengenai kerajaan Tarumanegara berasal dari tujuh buah prasasti yang berbahasa
sansekerta dan huruf pallawa. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun,
Kebun Kopi, Jambu, Tugu, Pasar Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Seorang musafir
Cina bernama Fa-Hsien pernah datang di Jawa pada tahun 414 M. Ia telah menyebut
keberadaan kerajaan To-lo-mo atau Taruma di Pulau Jawa. Kerajaan Tarumanegara
diperkirakan berkembang pada abad V M. Raja terbesar yang berkuasa adalah
Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman meliputi hampir seluruh Jawa Barat
dengan pusat kekuasaan di daerah Bogor. Raja pernah memerintahkan pembangunan
irigasi dengan cara menggali sebuah saluran panjang 6.112 tumbak (± 11 km).
Saluran itu berfungsi untuk mencegah bahaya banjir. Saluran ini selanjutnya
disebut sebagai sungai Gomati.
3. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan
sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar yang pernah berjaya di Indonesia.
Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan menguasai
lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional.Keberadaan kerajaan ini
diketahui melalui enam buah prasasti yang menggunakan bahasa melayu kuno dan
huruf pallawa, serta telah menggunakan angka tahun saka. Prasasti tersebut
adalah Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur dan Karang Berahi.
Nama Sriwijaya juga terdapat dalam berita Cina dan disebut Shih-lo-fo-shih atau
Fo-shih. Sementara itu di berita Arab, Sriwijaya disebut dengan Zabag atau
Zabay atau dengan sebutan Sribuza. Seorang pendeta Cina yang bernama I-Tsing
sering dataang ke Sriwijaya sejak tahun 672 M. Ia menceritakan bahwa di
Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di India.
Berita dari Dinasti Sung juga menceritakan tentang pengiriman utusan dari
Sriwijaya tahun 971-992 M.
Raja
pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Raja yang terkenal dari
kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad IX M.
Sriwijaya merupakan pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha di Asia
Tenggara. Menurut berita I-Tsing, pada abad VIII M di Sriwijaya terdapat 1.000
orang pendeta yang belajar agama Buddha di bawah bimbingan Sakyakirti. Menurut
prasasti Nalanda, para pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Buddha dan ilmu
lainnya di India. Kebudayaan Kerajaan Sriwijaya sangat maju dan bisa dilihat
dari peninggalan suci sepeti stupa, candi, atau patung/arca Buddha seperti
ditemukan di Jambi, Muara Takus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit
Siguntang (Palembang).
4. Mataram Kuno
Menurut
Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini berpindah-pindah, hal
ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu karena adanya bencana alam letusan
Gunung Merapi, dan karena adanya peperangan dalam perebutan kekuasaan. Awalnya,
pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah Jawa Tengah, kemudian setelah
Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur
oleh Mpu Sindok. Agama di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada
Dinasti Sanjaya dan budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno
didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya,
Raja Sanjaya.
Setelah
Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang
bernama Rakai Panangkaran. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran adalah
Rakai Warak, kemudian Rakai Warak digantikan oleh Rakai Garung (Samaratungga).
Di tengah-tengah pemerintahan kerajaan Mataram Kuno, Datanglah keinginan Rakai
Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya. Persaingan
antara Dinasti Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan dengan Dinasti Syailendra
yang dipimpin Raja Samaratungga, membuat cita-cita Rakai Pikatan untuk menjadi
penguasa tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian antar kedua
dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti melalui
pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan
Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra. Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan
dengan Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian, malah justru
membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendra semakin
sengit.
Akhirnya,
Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya berhasil menguasai kerajaan sedangkan
Pramodawardhani bersama anaknya, Balaputradewa melarikan diri ke Palembang,
Sumatra Selatan untuk kemudian mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama
Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat,
kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan
penasehat yang juga jadi pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima
patih ini di antaranya adalah:
a. Ratu, Datu, Sri Maharaj
b. Rakryan Mahamantri I Hino
c. Mahamantri Halu & Mahamantri I Sirikan
d. Mahamantri Wko & Mahamantri Bawang
e. Rakryan Kanuruhan
Raja Mataram
selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan oleh Dyah Balitung
yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu
sebagai Raja Mataram Kuno yang sangat terkenal. Raja Balitung berhasil
menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Di masa
pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan
menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat
penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh
dua pejabat lainnya.
Rakryan
I Halu, dan Rakryan I Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung
juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti
Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat
silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan
Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat
kerajaan pindah ke Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja
Balitung menjabat Rakryan i Hino, melakukan kudeta karena merasa bahwa ia
adalah keturunan asli Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh
menantunya, Sri Maharaja Tulodhong.
5. Kerajaan Singhasari
Keberadaan Kerajaan
Singhasari didasarkan pada kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang
menjelaskan raja-raja yang memerintah di Singasari serta kitab Pararaton yang
juga menceritakan keajaiban Ken Arok. Ken Arok semula sebagai akuwu (bupati) di
Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya karena tertarik kepada Ken
Dedes isteri Tunggul Ametung. Pada tahun 1222 M Ken Arok menyerang kediri
sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter.
Ken
Arok menyatakan dirinya sebagai Raja Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa
Bhattara Sang Amurwabhumi. Raja Singasari yang terkenal adalah Kertanegara
Karena di bawah pemerintahannya Singasari mencapai puncak kebesarannya.
Kertanegara bergelar Sri Maharajaderaja Sri Kertanegara mempunyai gagaasan
politik untuk memperluas wilayah kekuasannya, menyingkirkan lawan-lawan
politiknya, menumpas pemberontakan, menyatukan agama Syiwa dan Buddha menjadi
agama Tantrayana (Syiwa Buddha dipimpin oleh Dharma Dyaksa), melakukan politik
perkawinan, dan mengirim ekspedisi Pamalayu tahun1275.
6. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit
merupakan kerajaan Hindu terakhir dan terbesar di Indonesia. Letaknya di Pulau
Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya yang sempat melarikan diri ke Madura
bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya. Kerajaan Majapahit,
awalnya hanyalah sebuah desa kecil bernama Desa Tarik yang merupakan pemberian
Raja Jayakatwang dari Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan dan dipercaya tidak
bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat
cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan
20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang
Raja Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan menyatakan tidak mau
tunduk pada Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa Raja Kertanegara
beserta Kerajaan Singhasari itu telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh Raja
Jayakatwang dari Kediri. Mengetahui rencana penyerangan dari Cina ini, Raden
Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singhasari. Ia
menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di
Kediri.
Kerajaan
Kediri tidak mampu menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil
dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora.
Mereka tidak menyangka ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit balik
menyerang mereka. Akhirnya pasukan armada Cina kalah, dan mereka segera kembali
ke tanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa. Pada tahun 1295,
berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul
oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden
Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu
Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura. Setelah Raden Wijaya wafat,
putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya
sebagai Raja Majapahit.
Pada
awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang
meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh
Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Raja Jayanegara wafat tahun
1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca.
Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik
perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi
Jayawishnuwardhani.
Suaminya
bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana. Dari
kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa
pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu dapat
dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja
dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah
palapa), sebelum ia dapat menundukan seluruh Nusantara di bawah naungan Majapahit.
Pada
tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam
Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah
berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk dinobatkan
sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara dan Gajah Mada diangkat
sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada,
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai
wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada
Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang belum berhasil dikuasai kerajaan
Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk bersama Patih Gajah
Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut.
Namun
ketika itu Raja Hayam Wuruk terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan
Sunda Galuh yang bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk
menikahi Dyah Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh
datang ke Kerajaan Majapahit untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika
keluarga besar dari kerajaan Sunda Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi
kesalahpahaman. Patih Gajah Mada mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda
Galuh ingin menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera
mengeluarkan pasukan dan membunuh semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh.
Hanya Dyah Pitaloka yang tidak dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah
Pitaloka pun akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri.
Raja
Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi marah,
terlebih ketika melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas
kesalahpahaman patihnya. Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal
karena sakit hati. Sejak kematian Raja Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit
mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh. Pada
salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah
gunung untuk berdiam diri dan menjadi pertapa karena merasa bersalah pada
rajanya.
C. Peninggalan-peninggalan Kebudayaan Hindu-Budha
Masuknya kebudayaan
India ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan di
Indonesia. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian
dengan kebudayaan asli Indonesia. Terjadilah proses akulturasi. Pengaruh
kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan
sejarah dalam berbagai bidang, antara lain:
1) Bidang agama, dibuktikan dengan berkembangnya agama Hindu dan Budha di
Indonesia.
2) Bidang politik dan pemerintahan, sistem pemerintahan yang berlangsung di
Indonesia masih berupa pemerintahan kesukuan yang dipimpin oleh seorang kepala
suku. Kemudian masuknya pengaruh India membawa pengaruh pada terbentuknya
kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia.
3) Bidang pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan semacam asrama merupakan
bukti dari pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Lembaga tersebut mempelajari satu
bidang saja, yaitu keagamaan.
4) Bidang sastra dan bahasa, pengaruh kebudayaan Hindu-Budha pada bidang
sastra menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa oleh masyarakat
Indonesia. Karya sastra itu antara lain:
a. Arjunawiwaha,
b. Bharatayudha,
c. Gatotkacasraya
d. Arjuna wijaya dan Sutasoma
e. Negarakertagama
f. Wretta sancaya Lubdhaka.
5) Bidang seni tari, relief-relief yang terdapat pada candi-candi Borobudur
dan Prambanan menunjukan adanya bentuk tarian yang berkembang pada masa itu.
Tarian perang, tuwung, bungkuk, ganding, matapukan merupakan tarian yang
terlihat direlief candi tersebut.
6) Hiasan pada candi atau sering disebut dengan relief yang terdapat pada
candi-candi di Indonesia.
7) Wujud akulturasi pemujaan arwah leluhur dengan ajaran Hindu-Budha yang
dapat dilihat dari bentuk arca dan patung yang ditempatkan di Candi.
8) Bidang seni bangunan. Bidang seni bangunan adalah salah satu peninggalan
budaya Hindu-Budha di Indonesia yang sangat menonjol antara lain candi dan
stupa.
Demikian contoh makalah sejarah tentang
PERKEMBANGAN HINDU BUDHA DI INDONESIA yang bisa saya share kepada teman-teman
kurang lebihnya mohon maaf, dan semoga berrmanfaat. Amiiiennnnn............!!!!!!!!!!
LIKE & SHARE
0 Response to "CONTOH MAKALAH SEJARAH TETANG KERAJAAN HINDU BUDHA DI INDONESIA"
Posting Komentar