Judul : Klausa Relatif Bahasa
Jerman dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia
1. Perkembangan Historis Bahasa Indonesia dan
Bahasa Jerman
Bahasa Indonesia dan bahasa Jerman
merupakan dua bahasa dengan rumpun yang berbeda. Bahasa Indonesia termasuk
rumpun Austronesia sedangkan bahasa Jerman ditinjau dari asal usul dan sejarah
perkembangannya termasuk rumpun bahasa Indoeropa.
Berdasarkan
catatan sejarah bahasa Melayu (BM) dianggap
sebagai cikal bakal bahasa Indonesia (BI) dengan ditemukannya prasasti dari
zaman Kerajaan Sriwijaya sekitar
tahun 680 Masehi. Dengan perjalanan yang panjang, dan melalui
beberapa pertimbangan yaitu : kondisi masyarakat bahasa kepulauan Nusantara
sangat beragam dengan dialek daerah masing-masing menyulitkan pemahaman dalam komunikasi,
khususnya yang bersifat resmi, bahasa
Melayu sudah dikenal hampir di seluruh Nusantara, struktur bahasanya pun lentur
sehingga memungkinkan untuk terus tumbuh, hingga akhirnya pada zaman kolonial bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa resmi. Seorang Belanda yang bergerak di bidang
pendidikan, Van Ophuijsen, mencoba menyusun ragam pokok standardisasi tata bahasa Indonesia, walaupun
terdapat kelemahan-kelemahan antara lain masuknya pengaruh tata bunyi dan gramatika
bahasa Belanda.
Keinginan untuk
melepaskan diri dari pemerintah kolonial
menjadi bangsa yang merdeka memperkuat
lahirnya bahasa Indonesia tanggal 28
Oktober 1928. Dalam sejarah pembakuan tata cara
penulisan baku bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia tercatat telah dilaksanakan tiga kali yaitu ejaan van Ophuijsen (1901), ejaan
Soewandi (1947), dan Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (1972).
Hal yang menarik
untuk dikemukakan, justru orang yang pertama kali mengungkapkan adanya
kekerabatan antara bahasa-bahasa Polinesia dengan beberapa bahasa di Indonesia justru seorang
peneliti bahasa berkebangsaan Jerman Wilhelm von Humboldt. Ia lah memperkenalkan
istilah Melaju. (Berlin; 1836-1839).
Mengenai sejarah lahirnya bahasa Jerman (BJ) tercatat dalam dokumen berharga tahun
(311-383) yang menceriterakan tentang Bischof Wulfila (Yunani: Ulfila).
Catatan sejafrah penting lainnya terbaginya Kerajaan Franken, yang mencapai masa kejayaan di bawah kekuasaan
Karl der Groβe (Indonesia:Karl yang Agung),
pada tahun 843, bagian barat menjadi kekuasaan Ludwig der Deutsche dan bagian timur menjadi kekuasaan Karl der
Kahle. Terpisahnya kerajaan ini berperan dalam perkembangan BJ, pasukan
pengikut Karl menggunakan bahasa Jerman dan pengikut Ludwig mengunakan bahasa
Roman.
Tokoh-tokoh lain yang dianggap
berpengaruh antara lain tokoh reformasi
Martin Luther yang atas jasa Gutenberg, sebagai penemu mesin cetak
sehingga terjemahannya dapat dibukukan dan tokoh dongeng Grimm bersaudara, mereka
berhasil menyusun tata bahasa Jerman.
Bahasa Jerman baru benar-benar diberlakukan sebagai
bahasa persatuan pada akhir abad
ke-18, setelah para guru, pakar
bahasa, dan penulis berkumpul untuk menyusun
bahasa standar sesaat
setelah pemerintah memberlakukan wajib
belajar. Aturan cara penulisan dan pengucapan bahasa Jerman baru
dikeluarkan secara resmi pada tahun
1901/1902. Kemudian pada musim panas
1996 di Wina, ahli-ahli bahasa dari
negara-negara berbahasa Jerman (antara
lain : Jerman, Austria, Swiss, Lichtenstein) berkumpul untuk membahas cara penulisan bahasa Jerman secara
ilmiah .
Tepat pada tanggal 1 Agustus 1998 resmilah penggunaan ejaan bahasa Jerman
diberlakukan di sekolah-sekolah dan di institusi-institusi pemerintah. pemerintah
memberikan toleransi untuk meninggalkan ejaan lama dan
menggunakan ejaan baru
selama
tujuh tahun hingga tanggal 31
Juli 2005.
2. Ciri-ciri
Umum Bahasa Jerman
Mengenai ciri-ciri umum BI tidak
akan dipaparkan dalam makalah ini karena pada dasarnya BI dengan BM memiliki
kemiripan dari segi tipologi , yaitu termasuk
pada kelompok bahasa aglutinasi yang
bercirikan penempelan imbuhan pada kata
dasar menjadi kata bentukan, sementara BJ termasuk kelompok bahasa berfleksi, yaitu terjadinya
perubahan bentuk kata kerja sesuai dengan jumlah dan bentuk subjeknya dan terjadinya
deklinasi pada nomina.
Pembahasan mengenai struktur kalimat BJ tidak dapat dilepaskan
dari pembicaraan mengenai peran sintaksis V. Dalam setiap bahasa V
merupakan unsur yang penting, karena itu V dinyatakan sebagai pusat kalimat.
Sebagai predikat (P) verba BJ selalu
menduduki posisi kedua dalam kalimat deklaratif
dan berdasarkan pada aturan tersebut, maka hal ini akan
berpengaruh pada susunan kalimat (Wortstellung)
yaitu unsur yang lain di luar V dapat
saling bertukar tempat sbb. :
Kl
(1) In diesem
Raum ist Rauchen verboten!
Di
dalam ini ruang
P1 merokok melarang/P1’
'Dilarang merokok di ruangan !'
atau
Kl
(2) Rauchen ist in diesem Raum
verboten!
merokok P1 di
dalam ini ruang melarang/P1’
'Dilarang merokok di ruangan !'
Atau
Kl
(3) Verboten ist Rauchen in diesem Raum
!
melarang/P1’ P1 merokok di
dalam ini ruang
'Dilarang merokok di ruangan !'
Mengenai pentingnya kedudukan V dalam klausa ditekankan oleh Kars dan Häusermann (1992:9) bahwa das
Verb ist das Zentrum des Satzes ‘Verba merupakan inti kalimat, maka
“das Verb
dirigiert den Satz “verba merupakan dirigen dari kalimat.’
Dengan demikian, V yang menentukan kehadiran
konstituen berupa subjek (S), objekt (O), pelengkap (Pel) dan keterangan (Ket). Bahkan dalam BJ kedudukan V sangat
dominan sebagai penentu berapa
(kuantitatif) dan kontituen apa yang
harus muncul (kualitatif).
Hal penting lainnya, nomina (N) selalu ditulis dengan huruf
besar dan dibedakan atas gender femininum (Fem), maskulinum (Mask), dan
netrum (Net) yang ditandai dengan definit
artikel berbentuk
die, der, dan das,
seperti dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1
Definit Artikel Nomina Bahasa
Jerman
KASUS
|
SINGULAR
|
PLURAL
|
||
Mask
|
Net
|
Fem
|
||
Nom
|
der
|
das
|
die
|
die
|
Akk
|
den
|
das
|
die
|
die
|
Dat
|
dem
|
dem
|
der
|
den,- n
|
Gen
|
des
|
des
|
der
|
der
|
Artikel
tersebut harus dihafal karena akan berpengaruh untuk bentuk-bentuk pronomina dan juga deklinasi.
3. Klausa
Relatif sebagai Salah Satu Jenis Klausa Majemuk Subordinatif
Pada dasarnhya seorang manusia memiliki kemampuan untuk menghasilkan kalimat
dengan berbagai variasi dan jarang sekali orang berbicara dengn hanya
menggunakan satu kata saja, Meskipun
demikian, mengacu pada paham strukuralisme de Saussure (1916) bahwa ssetiap
unsur kebahasaan berhubungan satu dengan yang
lain membentuk satu kesatuan yang padu (the whole unified).
Bila klausa (Kl) dasar dipahami paling sedikit terdiri
dari subjek (S) dan predikat (P), sebagai konsekuensinya Kl majemuk tentunya harus
lebih luas dari Kl dasar. KL majemuk
dibedakan menjadi KL majemuk setara (koordinatif) dan KL majemuk bertingkat (subordinatif).
Mengenai KL koordinatif,
Kars dan Häusermann (1992:202-205) menggambarkannya
dalam diagram sbb.
Diagram 1
Struktur
Klausa Koordinasi
(Sumber : Kars dan
Häusermann, 1992)
Alternatif
1 :
Alternatif 2 :
Mengenai KL subordinatif Alwi
dkk. (2003) menyatakan salah satu klausanya merupakan bagian dari klausa yang lain atau
dengan kata lain, adanya klausa yang berfungsi sebagai
konstituen klausa yang lain, yang diaplikasikannya dalam bentuk diagram sbb.:
Diagram 2
Kalimat
Subordinatif Alternatif 1
Sumber (Alwi
dkk., 2003)
Mengenai KR sendiri, dari segi makna relatif merupakan kata serapan dari
bahasa Belanda dan Inggris yang
mempunyai arti nisbi, tidak mutlak (Badudu Zain (1994). Sementara Lehman
(1984) menyatakan bahwa relativ
berasal dari bahasa Latin referre (Präsens)
dan dalam bentuk
Partizip Perfekt Passiv (kala lampau pasif) menjadi relatus yang berarti zurückgeben (zurück
'kembali' dan geben
'memberi') 'mengembalikan', yang dalam
hal ini diartikan sich beziehen auf 'mengacu pada'.
Klausa relatif (KR) termasuk KL majemuk subordinatif
dengan kriteria khusus bahwa KL sematan
ditautkan pada KL induk melalui
pronomina relatif (PR) sebagai unsur
yang digunakan untuk 'mengantar' atau memperkenalkan klausa hulu (frasa
nominal/FN) yang dikembangkan ke dalam KL secara keseluruhan (lihat
Djajasudarma; 2003). Mees (1957:297-299) telah memperkenalkan istilah hubungan kalimat subordinatus untuk anak
kalimat yang nilainya tidak sama dengan nilai induk kalimat . Dalam buku Tata Bahasa Indonesia (Keraf;1987) tidak
ada klausul khusus tentang KR hanya diutarakan bahwa salah satu cara untuk
membentuk KR dengan cara memperluas bagian-bagian dari KL tunggal
sedemikian rupa, sehingga perluasan itu membentuk pola KL baru dan dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1997) tidak dikenal istilah
KR namun klausa sematan sebagai pewatas.
Pembahasan mengenai KR BI sejauh pengamatan
penulis masih terdapat pendapat yang berbeda. Mengenai pengelompokan pronomina relatif (PR) nya dalam BI masih
kontroversial. Kridalaksana (1984) menyatakan
bahwa sifat KR secara eksplisit diawali PR, selain itu
dapat pula dipertimbangkan ciri Ф (kosong) atau / , /.
Djajasudarma (2003 : 24) pun menyatakan bahwa PR adalah unsur yang
digunakan untuk “mengantar” atau memperkenalkan klausa hulu (FN) yang
dikembangkan ke dalam KL secara keseluruhan.
Muljana (1957:48) tidak
menyebut-nyebut PR tetapi ia menyatakan bahwa
“jang” dan “tempat” merupakan kata pemisah yang digunakan sebagai kata pembantu atau
penjelas kata benda. Sementara Mees
(1956:90) telah mengklasifikasikan kata 'jang' sebagai kata ganti relatif yang menyatakan perhubungan antara sebuah
substantif dengan kalimat yang menjelaskannya. Namun, Mees menyatakan pula
bahwa “jang” sebenarnya harus dianggap pula kata sandang. Yang merupakan kata ganti penghubung yang umum diterima dalam BI,
pada mulanya yang ini hanya berfungsi sebagai penunjuk atau penentu
(penekan). Dalam bahasa Indonesia kuno yang berasal dari kata ia (sebagai penunjuk) dan ng,
yang berfungsi sebagai penentu. Selain yang,
kata tempat disebut pula sebagai kata
penghubung yang lain, yang bersifat Indonesia asli, terutama bila menggantikan
suatu keterangan atau tempat, contohnya : Rumah
di mana kami tinggal atau bisa juga berbunyi rumah tempat kami tinggal
(lihat Keraf; 1987: 69-70).
Mengenai kata ganti relatif Badudu (1982 : 145) menjelaskan bahwa ada tiga kata ganti relatif bahasa
Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi yang, tempat, dan
teman. Ditambahkannya pula bahwa dewasa ini banyak dijumpai klausa relatif yang
dihubungkan dengan kata-kata : di mana,
yang mana, hal mana, di atas mana, dari mana, dengan siapa, di dalam mana,
yang semuanya diambil dari bahasa Inggris.
Hal ini berbeda dengan Mees
yang memberikan pernyataan bahwa BI
memiliki KR, terjadi interferensi bahasa Belanda ke dalam BI pada masa silam
maka, antara lain pembentukkan KR yang berpolakan bahasa Belanda dengan
munculnya kata ganti tanya seperti : mana, yang mana, ke mana, dengan siapa,
akan siapa yang menautkan KLi dengan KLs, yang sebenarnya bertentangan dengan
karakteristik BI (lihat Mees;1957: 302-304). Menurut Mees konstruksi KR bahasa
Indonesia yang terinterferensi konstruksi bahasa Belanda seperti dicontohkannya
berikut : “Rumah di mana saya diam”,
sesungguhnya tidak tepat dengan watak BI karena BI sendiri sudah memiliki pola
KR yang praktis yang berbunyi:
“Rumah yang saya diami”.
Perhatikan
contoh berikut bentuk KR BI (Alwi dkk., 2003)
Kl
(1) : Ibu itu menangisi jasad anak
tunggalnya.
Kl
(2) : Ibu itu kini hidup sebatang kara.
Kl
(3) : Ibu itu, yang kini hidup sebatang kara, menangisi jasad anak tunggalnya.
Dalam bahasa Jerman KR memiliki keunikan tersendiri, bila
kalimat V dalam KL deklaratif secara
konsisten menempati tempat kedua, namun dalam KR V yang
menduduki fungsi sebagai predikat KL sematan harus bergeser ke
posisi paling belakang. Pronomina relatif
merupakan penanda KR dan PR tersebut dalam BJ pronominal
dan memiliki status argumen.yang kategorinya sangat ditentukan oleh valensi
V KL sematan. Oleh karena itu, dari
sekian banyak bentuk KL majemuk, banyak ahli bahasa beranggapan kalimat relatif (KR) BJ
memiliki struktur yang paling rumit karena karena satu argumen
(PR) memiliki dua
relasi gramatikal berbeda, dalam arti
N/FN pada KL induk memiliki fungsi
gramatika yang berbeda dengan N/FN pada KL yang disematkan. Dengan demikian,
berpatokan pada kelompok bahasa BJ adalah bahasa berfleksi, maka bentuk PR
tersebut erat kaitannya dengan gender
(maskulin/Mask, feminin/Fem, netral/Net) dan jumlah (singular/Sg atau
plural/Pl), dengan pengertian bahwa karena
PR sebagai atribut dari N, maka PR
ini dapat mencakup semua kasus yang ada yaitu nominatif, akusatif, datif, dan genitif
seperti terlihat berikut ini.
Tabel 2
Pronomina
Relatif Bahasa Jerman
KASUS
|
SINGULAR
|
PLURAL
|
||
Mask
|
Net
|
Fem
|
||
Nom
|
der
|
das
|
die
|
die
|
Akk
|
den
|
das
|
die
|
die
|
Dat
|
dem
|
dem
|
der
|
denen
|
Gen
|
dessen
|
dessen
|
deren
|
deren
|
Mengenai KR dinyatakan oleh Eisenberg (1989) dan Kroeger
(1984) bahwa KR adalah KL atributif yang dibentuk atau ditandari dengan PR der yang dalam bentuknya identik dengan artikel definit. Di
samping itu, dikenal PR bentuk lain berupa kata tanya w- (W-Fragen) dan frasa
preposisi (FPrep).
Perhatikan contoh berikut, KL (4) merupakan KR
yang ditautkan dengan PR die,
V
KL inti abschließen ‘mengakhiri’ dalam bentuk Futur (wird...abschließen)
dan V KL sematan beginnen ‘mengawali’
dalam bentuk Perfekt (hat...begonnen).
Kl (4) Die Arbeitsgruppe wird
die Versuchsreihe, die sie
vor
kelompok kerja P1
rangkaian percobaan PR mereka
yang lalu
einem Jahr
begonnen hat, bald abschlieβen. (Sumber Übungsgtrammatik
Deutsch/286)
satu tahun
memulai/P2‘ P2 segera mengakhiri
‘Kelompok kerja akan segera
mengakhiri rangkaian percobaan yang telah mereka mulai sejak setahun yang lalu.’
Melalui teknik
paraphrase, KL (4) akan menghasilkan dua
KL (4a) dan (4b) berikut.
KL (4a) Die
Arbeitsgruppe wird die
Versuchsreihe bald
abschlieβen..
Det
kelompok kerja P1 Det rangkaian
percobaan segera mengakhiri
‘Kelompok kerja akan segera mengakhiri rangkaian
percobaan.’
KL (4b) Die (die Versuchsreihe) hat sie
vor einem Jahr begonnen.
PDem P2 mereka
yang lalu satu tahun memulai/P2‘
‘Hal itu telah mereka mulai
sejak setahun yang lalu.’
Dengan melakukan pengkajian yang
telah dilakukan pada data KL (4), KR berupa perluasan unsur sintaksis yang
berkasus akusatif dapat dikaidahkan sbb.
:
Nom + P + OAkk,
+
PR [ ........]
+ V
4. Padanan Klausa Relatif Bahasa Jerman dalam
Bahasa Indonesia
Ditinjau dari
segi tipologinya BJ dan BI memiliki
konstruksi yang berbeda, yaitu konstruksi
KR BJ ditandai dengan PR yang
berupa anteseden dari unsur sintaksis berupa N/FN dalam KL induk. Pronomina relatif merupakan argumen di dalam
KL sematan, dan keberadaannya ditentukan oleh gender N/FN tetapi kasusnya dipengaruhi oleh predikat KL sematan
yang terletak di posisi paling belakang. Di antara N/FN dan PR tersebut selalu
dipisahkan dengan tanda koma /, / .
Sementara KR BI sama halnhya dengan
BIng , bila keterangan tambahan tersebut diapit di antara dua koma dan merupakan KL independent (bisa
dihilangkan), maka bentuk KR disebut non-restrictive 'non-restriktif, sebagai
mana dijelaskan Djajasudarma (2003:25) bahwa dalam BI KR dapat dipilah ke dalam
relatif restriktif (membatasi) dan nonrestriktif (tidak membatasi) dengan
sifat-sifat tersendiri yang dimilikinya. Klausa relatif restriktif mewajibkan
klausa terikat itu hadir, sedangkan klausa relatif nonrestriktif tidak
mensyaratkan unsur klausa terikat, sehingga kehadirannya dapat dianggap
opsional, dan hanya sebagai tambahan (modifier).
Ditambahkan oleh Djajasudarma bahwa klausa relatif nonrestriktif disebut juga
apositif, deskriptif, atau eksplanatori.
Konstruksi
relatif BI ditautkan dengan PR baku yang atau
tempat, dan dalam percakapan
sehari-hari dikenal PR , misalnya : di mana, yang mana, hal mana sebagai
pengaruh dari bahasa Belanda atau
BIng. Berikut ini dapat dilihat beberapa
contoh KR yang diambil dari karya Patrick
Süβkind yang berjudul das Parfum (P), dan padanan makna hasil terjemahannya dalam BI.
KL (5)Zum
ersten Mal war es nicht nur sein gieriger Charakter, dem eine
Kränkung widerfuhr , sondern tatsächlich sein Herz, das
litt.
(P/ hal.50)
‘Untuk
pertama kali dalam hidup ia tersiksa, bukan hanya ketamakannya menghirup aroma
yang tersinggung, tapi hatinya juga
sakit.’
KL (6) Endlich rettete
er sich in den verzweifelten Glauben, der Duft komme vom anderen Ufer des Flusses, irgendwoher aus südӧstlicher
Richtung.
(P/hal. 51)
‘Setengah putus asa, akhirnya ia yakin bahwa aroma itu datang dari
seberang sungai.Dari suatu tempat di
arah tenggara.’
KL (7) Aber
sie bekam ein banges Gefühl, ein sonderbares Frӧsteln, wie man
es bekommt, wenn einen plӧtzlich eine alte
abgelegte Angst befällt. (P/55-56)
‘Bulu
kuduk meremang seperti orang menjelang ketakutan luar biasa.’
KL (8) Chénier nahm den Platz hinterm Kontor ein, stellte sich
genauso hin, wie zuvor der Meister gestanden hatte, und schaute mit starrem
Blick zur Türe. (P/64)
‘Chénier
mengambil posisi di belakang meja kasir dan memasang pose persis seperti majikannya, dengan pandangan lurus ke arah pintu.’
KL (9) Wozu brauchte man die vielen neuen Straβen, die
überall gebuddelt wurden, und die neuen Brücke? (P/72-73)
‘Apa maksudnya membangun sekian banyak jalan baru di
mana-mana –juga jembatan?’
Selain ditemukan padanan
konstruksi KR dalam BI dengan PR yang, juga, bahwa, seperti, dengan, ditemukan pula PR berupa ke, dan, untuk, serta atau, dalam data
terjemahan ditemukan pula kontruksi alternatif berupa KL tunggal atau
KR ditransformasikan menjadi beberapa KL tunggal.
5. Simpulan
Klausa relatif dalam BI dan
BJ memiliki pengertian yang sama
yaitu merupakan bagian dari klausa majemuk subordinatif, perbedaannya PR dalam BJ merupakan argumen yang keberadaannya
dipengaruhi gender dari N/FN yang diperluas dan kasusnya ditentukan oleh P
klausa sematan. Tanda koma /, / dalam BJ sifatnya wajib sebagai pemisah antara
N/FN yang diperluas dan PRF tetapi di dalam BI tanda baca tersebut erat
kaitannya dengan KR restriktif dan nonrestriktif.
Meskipun dalam BI pronomina relatif
baku adalah yang dan
tempat, tetapi dalam penggunaan ditemukan bentukan lain atau dalam
terjemahan merubah KR menjadi KL tunggal atau beberapa KL tunggal sebagai alteratif.
LIKE & SHARE
0 Response to "Contoh makalah bahasa jerman"
Posting Komentar